Pusat kajian Al-Quran muslimah di Jogja. Belajar Al-Quran Mudah Dan Menyenangkan. Pengajar Muslimah Lulusan LIPIA. Informasi pendaftaran Hubungi WA/SMS 0856 9184 3919

Hukum Selesai Membaca Al-Qur'an Ucapan “Shadaqallahul ‘Adziim”


Bagaimanakah hukum ketika selesai membaca Al-Quran? Apakah mengucapkan “Shadaqallahul ‘Adziim”  adalah sunnah yang ada dalilnya? Apakah Rosulullah Salallahu Alaihi Wasalam pernah mengajarkannya?

Fatwa Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah bin Baaz rahimahullahu Ta’ala

Pertanyaan:

Sesungguhnya saya banyak mendengar orang yang mengatakan bahwa ucapan “shadaqallahul ‘adziim” (benarlah apa yang Allah Ta’ala firmankan) ketika selesai membaca Al-Qur’an adalah bid’ah. Namun sebagian orang berkata bahwa hal ini diperbolehkan dan berdalil dengan firman Allah Ta’ala,

قُلْ صَدَقَ اللَّهُ فَاتَّبِعُوا مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا

“Katakanlah, ‘Benarlah (apa yang difirmankan) Allah.’ Maka ikutilah agama Ibrahim yang lurus” (QS. Ali ‘Imran [3]: 95).

Baca juga :
Rumah Kajian Jogja, Pusat Kajian Khusus Muslimah Yang Ada Di JOGJA
Keutamaan Hari Jumat
Bagaimanakah Hukum Mendapatkan Upah dalam Membaca Al-Qur’an

Demikian pula sebagian cendekiawan berkata, “Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam jika ingin menghentikan bacaan Al-Qur’an seseorang, beliau berkata kepadanya,

حسبك

‘Cukup.’ Dan beliau tidak mengatakan shadaqallahul ‘adziim.”

Pertanyaan saya, apakah ucapan “shadaqallahul ‘adziim” itu diperbolehkan ketika selesai membaca Al-Qur’an? Saya berharap engkau merinci masalah ini.

Jawaban:

Kebiasaan banyak orang yang mengucapkan “shadaqallahul ‘adziim” ketika selesai membaca Al-Qur’an adalah kebiasaan yang tidak ada landasan dalilnya, sehingga tidak selayaknya dijadikan sebagai kebiasaan (rutinitas). Berdasarkan kaidah syariat, hal itu bahkan termasuk bid’ah jika orang yang mengucapkannya tersebut meyakini bahwa hal itu termasuk sunnah. Hendaknya hal ini ditinggalkan dan tidak dijadikan sebagai kebiasaan karena tidak adanya dalil.

Adapun firman Allah Ta’ala,

قُلْ صَدَقَ اللَّهُ

“Katakanlah, ‘Benarlah (apa yang difirmankan) Allah’” (QS. Ali ‘Imran [3]: 95).

Hal ini bukanlah dalil. Allah Ta’ala hanyalah memerintahkan kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam untuk menjelaskan kepada mereka (ahli kitab) tentang benarnya apa yang Allah Ta’ala firmankan di dalam kitabnya yang agung, baik kitab taurat dan lainnya, yang membenarkan isi kandungan Al-Qur’an yang Allah Ta’ala firmankan kepada hamba-Nya.

Sehingga, hal ini bukanlah dalil bahwa dianjurkan (sunnah) untuk mengucapkannya setelah membaca Al-Qur’an atau selesai membaca ayat atau surat tertentu, karena hal itu tidak diajarkan dan tidak dikenal oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya radhiyallahu ‘anhum.

Ketika Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu membaca Al-Qur’an awal surat An-Nisa’ di hadapan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sampai pada firman Allah Ta’ala,

فَكَيْفَ إِذَا جِئْنَا مِنْ كُلِّ أُمَّةٍ بِشَهِيدٍ وَجِئْنَا بِكَ عَلَى هَؤُلاءِ شَهِيدًا

“Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabila Kami mendatangkan seorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammmad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu)” (QS. An-Nisa’ [4]: 41).

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada Ibnu Mas’ud,

حسبك

“Cukup.”

Ibnu Mas’ud berkata, “Lalu aku menoleh kepada beliau, dan tiba-tiba mata beliau shallallahu ‘alaihi wasallam sembab.” Beliau menangis karena teringat dengan kedudukan yang mulia ini pada hari kiamat yang disebutkan dalam ayat tersebut.

Maksud ayat tersebut, “Wahai Muhammad, kamu (Muhammmad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu)”, yaitu atas umat beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Tidak dikutip dari satu pun dari para ulama yang kami ketahui bahwa Ibnu Mas’ud mengucapkan “shadaqallahul ‘adziim” setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada beliau, “Cukup.”

Kesimpulannya, menutup bacaan Al-Qur’an dengan ucapan “shadaqallahul ‘adziim” itu tidaklah memiliki landasan dalil dalam syariat. Adapun jika seseorang mengucapkannya pada kondisi tertentu karena ada sebab-sebab yang menuntut hal itu, maka hal ini tidak masalah (boleh).

***

Selesai diterjemahkan di pagi hari, Lab EMC Rotterdam NL 11 Muharram 1438 H/2 Oktober 2017

Yang senantiasa membutuhkan ampunan Rabb-nya,

Sumber: muslim.or.id

Tidak ada komentar